Kamis, 08 Mei 2014

SEDIKIT LEBIH DEKAT DENGAN SUKU MADURA

Sebuah perkampungan di pulau terpencil di Jawa Timur, Indonesia, yang konon mayoritas penduduknya tidak bisa berbahasa Indonesia, membuat saya penasaran apakah benar adanya. Bisa dikatakan, seluruh penduduk di Kabupaten Probolinggo Kecamatan Sumberasih ini adalah suku asli Madura. Untuk membunuh rasa penasaran, saya mencoba menyusuri sebuah jalan kecil dengan lebar tidak lebih dari 2 meter.


Di tengah perjalanan menyusuri jalan kecil, dari kejauhan saya sedang melihat sebuah aktifitas warga setempat yang menarik perhatian saya.


Berharap tidak merasa terganggu, saya mencoba mendekati dan menghampiri beliau sembari membuktikan apakah benar warga disini belum cakap berbahasa Indonesia. Diawali dengan sebuah salam dan sapa, ternyata sambutan hangat dan senyuman ramah yang saya terima. Bapak Sugiono (59), telah bergelut dengan profesi sebagai nelayan selama lebih kurang 30tahun. Bapak yang juga pernah merantau ke Kota Surabaya ini ternyata sedang membuat "Wuwu", sejenis perangkap ikan yang biasa beliau gunakan untuk melaut. Beliau menerangkan, dalam sekali melaut, bisa 7-10 wuwu yang dibawa untuk dipasang di rumpon yang biasa beliau datangi.



Ketika saya berkomunikasi dengan beliau, ternyata masih cukup menguasai bahasa Indonesia meski terkadang sedikit terpatah-patah. Namun saya memahami apa yang berusaha disampaikan oleh beliau. Meski lokasi tempat tinggalnya dikelilingi oleh birunya perairan selat Madura, namun untuk melaut, beliau sering hingga ke perairan Sidoarjo. Sendirian, dengan usia yang sudah melewati masa-masa produktif, terombang ambing di tengah lautan, hanya demi menghidupi keluarga yang masih berada dibawah tanggung jawab beliau, sungguh membuat saya sedikit tertegun mendengarnya. Sebuah percakapan 2 arah yang disampaikan dengan penuh keramahan penduduk asli, membuat saya lupa waktu. Banyak asam garam yang saya terima dari beliau tanpa rasa ragu meski saya adalah hanya seorang yang baru beliau kenal.





Dengan dalih ingin melanjutkan perjalanan, saya persilahkan beliau untuk kembali melanjutkan aktifitasnya. Sebelum berpamitan, saya meminta izin untuk mengambil foto beliau sebagai bahan dokumentasi kami. Awalnya saya ragu, namun ternyata dengan keramahannya, beliau justru mempersilahkan kami.



Selama perjalanan, kami menjumpai banyak kambing yang dilepas bebas berkeliaran di setiap langkah. Barangkali anda pernah mendengar "kambing yang memakan kertas", mungkin benar adanya. Karena di sekitar pulau ini, masih minim ditumbuhi rerumputan karena memang kadar air tawar disini minim sekali.



Ketika tiba di bibir pantai, saya melihat beberapa aktifitas yang lain dari warga setempat. Bergotong royong, saling membantu agar segera terselesaikan pekerjaan yang dilakukan. Tanpa memperdulikan teriknya sinar matahari yang menyengat, mereka nampak sudah terbiasa dengan kondisi yang demikian. Sebuah pemandangan yang mampu membuat saya merenung sejenak dan bersyukur dengan apa yang saya miliki saat ini.





Ketika waktu menunjukkan lebih dari tengah hari, kami berinisiatif untuk sekedar menikmati kuliner setempat. Di sebuah jalan kecil, nampak pedagang "Rujak Uleg" khas Madura. Setelah diskusi dengan beberapa rekan, akhirnya kami sepakat untuk memesan beberapa porsi. Sembari menunggu, salah seorang  rekan saya yang fasih dalam berbahasa Madura mencoba berkomunikasi dengan si penjual. Sebagai seorang yang awam dalam memahami bahasa Madura, saya menangkap sebuah percakapan yang penuh canda dan keakraban. Benar bahwa ramah tamah khas bangsa Indonesia sudah menjadi sebuah Trade Mark di luar negeri. Apapun suku bangsanya, bagaimanapun budayanya, keanekaragaman bahasa bangsaku, itulah Indonesia...

BHINEKA TUNGGAL IKA






1 komentar:

  1. Pallas titanium a metal in copper - The Tithological Institute of
    Pallas titanium a metal in copper. Pallas titanium carabiners titanium a metal in copper. Pallas titanium nitride bolt carrier group titanium titanium hair trimmer as seen on tv a metal 2016 ford focus titanium in copper. titanium cost

    BalasHapus